Rabu, 29 Desember 2010

TUJUAN AKIDAH ISLAM

Akidah Islam mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus dipegang teguh, yaitu :

1. Untuk mengihlaskan niat dan ibadah kepada AllahI semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagiNya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepadaNya.

2. Membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari kosongnya hati dari akidah. Karena orang yang hatinya kosong dari akidah ini, adakalanya kosong hatinya dari setiap akidah serta menyembah materi yang dapat di indera saja dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat.

3. Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang dalam pikiran. Karena akidah ini akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya lalu rela bahwa Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat tasyri'. Oleh karena itu hatinya menerima takdir-Nya, dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak mencari pengganti yang lain.

4. Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar akidah ini adalah mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka yang lurus dalam tujuan dan perbuatan.

5. Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dengan tidak menghilangkan kesempatan beramal baik, kecuali digunakannya dengan mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat dosa kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena diantara dasar akidah ini adalah mengimani kebangkitan serta balasan terhadap seluruh perbuatan.

"Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (sesuai) dengan yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan." (QS. Al An'am : 132).

Nabi Muhammad SAW juga menghimbau untuk tujuan ini dalam sabdanya :

"Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing terdapat kebaikan. Bersemangatlah terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta mohonlah pertolongan dari Allah dan janganlah lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu, maka jaganlah engkau katakan : seandainya aku kerjakan begini dan begitu. Akan tetapi katakanlah : itu takdir Allah dan apa yang Dia kehendaki dia lakukan. Sesungguhnya mengada-ada itu membuka perbuatan setan." ( HR. Muslim)

6. Menciptakan umat yang kuat yang mengerahkan segala yang mahal maupun yang murah untuk menegakkan agamanya serta memperkuat tiang penyanggahnya tanpa peduli apa yang akan terjadi untuk menempuh jalan itu.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang –rang yang benar." (QS. Al Hujurat : 15),

7- Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki individu-individu maupun kelompok-kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.

"Barangsiapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang paling baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An Nahl 97)

Inilah sebagian dari tujuan akidah Islam, Kami mengharap agar Allah merealisasikannya kepada Kami dan seluruh umat Islam.

Beriman kepada Rububiah Allah

Beriman kepada Rububiyah Allah maksudnya : beriman sepenuhnya bahwa Dialah Robb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagiNya.
Robb adalah yang berhak menciptakan, memiliki serta memerintah. Jadi, tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada pemilik selain Allah, dan tidak ada perintah selain perintah dari-Nya. Allah SWT telah berfirman yang artinya :

"…Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanya hak Allah. Maha suci Allah, Robb semesta alam." (QS. Al-A'raf : 54).

…Yang (berbuat) demikian itulah Allah Robbmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari." (QS. Fathir : 13).

Tidak ada makhluk yang mengingkari kerububiyahan Allah SWT, kecuali orang yang congkak sedang ia tidak meyakini kebenaran ucapannya, seperti yang dilakukan fir'aun ketika berkata kepada kaumnya : "Akulah tuhanmu yang paling tinggi." ( QS. An-Naziat : 24), dan juga ketika berkata : "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." ( QS. Al-Qashash : 38)

Allah SWT berfirman yang artinya :

"Dan mereka mengingkarinya karena kezdaliman dan kesombongan mereka padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya." (QS. An-Naml : 14).

Nabi Musa berkata kepada Fir'aun : "Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Robb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai fir'aun, seorang yang akan binasa." (QS. Al-Isra' : 102).

Oleh karena itu, sebenarnya orang-orang musyrik mengakui rububiyah Allah, meskipun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah (penghambaan).

Allah SWT berfirman, yang artinya :

"Katakanlah : Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui? "Mereka akan menjawab : "kepunyan Allah". Katakanlah : "siapakah yang empunya langit yang tujuh dan yang empunya Arsy yang besar?" mereka menjawab : "kepunyaan Allah." Katakanlah : "Maka apakah kamu tidak bertakwa? "Katakanlah : "Siapakah yang di tanganNya berada kekusaan atas segala sesuatu, sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)Nya, jika kamu mengetahui?" mereka akan menjawab : "kepunyaan Allah." Katakanlah : "(kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" ( QS. Al-Mu'minun : 84-89).



"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab, "Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." ( QS. Az-Zukhruf : 9).

"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : "siapakah yang menciptakan mereka?", niscaya mereka menjawab : "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?" (QS. Az-Zukhruf : 87).

Perintah Allah SWT mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah syara' (syar'i). Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus seluruh perkara, sesuai dengan tuntutan hikmahNya. Dia juga pemutus peraturan-peraturan ibadah serta hukum-hukum muamalat sesuai dengan tuntutan hikmahNya. Oleh karena itu barangsiapa menyekutukan Allah dengan seorang pemutus ibadah atau pemutus muamalat, maka dia berarti telah menyekutukan Allah serta tidak beriman kepadaNya.

IMAN KEPADA HARI AKHIR


Hari Akhir adalah hari kiamat, dimana seluruh manusia dibangkitkan pada hari itu untuk dihisab dan dibalas. Hari itu disebut hari akhir, karena tidak ada hari lagi setelahnya. Pada hari itulah penghuni surga dan penghuni neraka masing-masing menetap di tempatnya.


Iman kepada hari Akhir mengandung tiga unsur :

1. Beriman kepada ba'ts (kebangkitan), yaitu menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati ketika tiupan sangkakala yang kedua kali. Pada waktu itu semua manusia bangkit untuk menghadap Robb alam semesta dengan tidak beralas kaki, bertelanjang, dan tidak disunat.

Allah SWT berfirman :

"(yaitu) pada hari Kami gulung langit seperti menggulng lembaran-lembaran buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan partama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya." (QS. Al Anbiya' : 104).

Kebangkitan adalah kebenaran yang pasti ada, bukti keberadaannya diperkuat oleh Al Kitab, sunnah dan ijma' umat Islam.

Allah SWT berfirman yang artinya :

"Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat." (QS. Al Mu'minun : 16).

Nabi Muhamad SAW juga bersabda :

" Di hari kiamat seluruh manusia akan dihimpun dengan keadaan tidak beralas kaki dan tidak disunat." (HR. Bukari & Muslim).

Umat Islam sepakat akan adanya hari kebangkitan Karena hal itu sesuai dengan hikmah Allah yang mengembalikan ciptaannya untuk diberi balasan terhadap segala yang telah diperintahkan-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.

Allah berfirman yang artinya :

" Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS. Al Mu'minin : 115).

Allah SWT berfirman kepada Rasulullah SAW, yang artinya:

" Sesungguhnya yang mewajibkam atasmu (melaksnakan hukum-hukum) Al Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali…" (QS. Al Qashash : 85).

2. Beriman kepada hisab (perhitungan) dan jaza' (pembalasan) dengan meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia akan dihisab dan dibalas. Hal ini dipaparkan dengan jelas di dalam Al Qur'an, sunnah dan ijma' (kesepakatan) umat Islam.

Allah SWT berfirman, yang artinya :

"Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka." (QS. Al Ghasyiah : 25-26).

"Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya, dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)." (QS. Al- An'am : 160).

" Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan." (QS. Al Anbiya' : 47).

Dari Ibnu Umar t diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya :

"Allah nanti akan mendekatkan orang mukmin, lalu meletakkan tutup dan menutupnya. Allah bertanya : "Apakah kamu tahu dosamu ini?" "apakah kamu tahu dosamu itu?" Ia menjawab, "Ya Robbku." Ketika ia sudah mengakui dosa-dosanya dan melihat dirinya telah binasa, Allah SWT berfirman : "Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia dan sekarang Aku mengampuninya." Kemudian diberikan kepada orang mukmin itu buku amal baiknya. Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, Allah SWT memanggilnya di hadapan orang banyak. Mereka orang-orang yang mendustakan Robbnya. Ketahuilah, laknat Allah itu untuk orang-orang yang dzalim." (HR. Bukhari Muslim).

Nabi SAW bersabda :

"Orang yang berniat melakukan satu kebaikan, lalu mengamalkannya, maka ditulis baginya sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan sampai beberapa kali lagi. Barangsiapa berniat melakukan satu kejahatan, lalu mengamalkannya, maka Allah menulisnya satu kejahatan saja."

Umat Islam telah sepakat tentang adanya hisab dan pembalasan amal, karena hal itu sesuai dengan kebijaksanaan Allah. Sebagaimana kita ketahui, Allah SWT telah menurunkan Kitab-kitab, mengutus para Rasul serta mewajibkan kepada manusia untuk menerima ajaran yang dibawa oleh Rasul-Rasul Allah itu dan mengerjakan segala yang diwajibkannya. Dan Allah telah mewajibkan agar berperang melawan orang-orang yang menentangnya serta menghalalkan darah, keturunan, isteri dan harta benda mereka. Kalau tidak ada hisab dan balasan tentu hal ini hanya sia-sia belaka, dan Robb yang Maha bijaksana, Mahasuci darinya.

Allah SWT telah mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya, yang artinya :

"Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus Rasul-Rasul kepada mereka dan sesunguhnya Kami akan menanyai (pula) Rasul-Rasul (Kami), maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat). Sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka)." (QS. Al Anfal : 6-7).

3. Mengimani sorga dan neraka sebagai tempat manusia yang abadi. Sorga adalah tempat keni'matan yang disediakan Allah untuk orang-orang mukmin yang bertaqwa, yang mengimani apa-apa yang harus diimani, yang taat kepada Allah dan RasulNya, dan kepada orang-orang yang ikhlas.

Di dalam sorga terdapat berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, serta tidak terlintas dalam benak manusia.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Robb mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridla terhadap mereka, dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Robbnya." QS. (QS. Al bayyinah : 7-8).

"Tidak seorang pun yang mengetahui apa yang disembnyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam ni'mat) yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. As Sajadah : 17).

Neraka adalah tempat azab yang disediakan Allah untuk orang-orang kafir, yang berbuat zalim serta bagi yang mengingkari Allah dan RasulNya. Di dalam neraka terdapat berbagai azab dan sesuatu yang menakutkan, yang tidak pernah terlintas dalam hati.

"Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir." (QS. Al Imran : 131).

"Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang yang zalim itu neraka yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka miminta minum, maka mereka akan diberi minuman dengan air seperti besi yang mendidih yang dapat menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek." (QS. Al Kahfi : 29).

"Sesungguhnya Allah melaknati orang-rang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka). Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata : "Alangkah baiknya, andaikata Kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul." (QS. Al Ahzab : 64-65).

Iman kepada hari akhir adalah termasuk mengimani peristiwa-peristiwa yang akan terjadi sesudah mati, misalnya :

a. fitnah kubur, yaitu pertanyaan yang diajukan kepada mayat ketika sudah dikubur, tentang Robbnya, agama dan Nabinya. Allah akan meneguhkan orang-orang yang beriman dengan kata-kata yang mantap. Ia akan menjawab pertanyaaan itu dengan tegas dan penuh keyakinan, Allah Robbku, Islam agamaku, dan Muhammad SAW Nabiku. Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan kafir. Mereka akan menjawab pertanyaan dengan terbengong-bengong karena pertanyaan itu terasa asing baginya. Mereka akan menjawab, "Aku… aku tidak tahu." Sedangkan orang-orang munafik akan menjawab pertanyaan itu dengan kebingungan, aku tidak tahu. Dulu aku pernah mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku mengatakannya."

b. Siksa dan ni'mat kubur. Siksa kubur diperuntukkan bagi orang-orang dzalim, yakni orang-orang munafik dan orang-orang kafir, seperti dalam firman-Nya, yang artinya :

"…alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), "keluarkanlah nyawamu." Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya." (QS. Al an'am : 93).

Allah SWT berfirman tentang keluarga fir'aun :

"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada Malaikat) : "Masukkan fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras." (QS. Al Mu'min : 46).

Dari Zaid bin Tsabit diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda :

"kalau tidak karena kalian saling mengubur (orang yang mati), pasti aku memohon kepada Allah agar mamperdengarkan siksa kubur kepada kalian yang saya mendengarnya." Kemudian Nabi SAW menghadapkan wajahnya seraya berkata : "Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa neraka." Para sahabat berkata : "Kami memohon perlindungan kepada Allah dari siksa neraka." Nabi SAW kemudian berkata lagi : "Mohonlah perlindungan Allah dari siksa kubur." Para sahabat berkata : "Kami memohon perlindungan Allah dari siksa kubur." LalLalu beliau berkata lagi ; "Mohonlah perlindungan kepada Allah dari berbagai fitnah baik yang tampak maupun yang tidak tampak." Para sahabat lalu barkata : "Kami memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai fitnah baik yang tampak maupun yang tidak tampak." Nabi SAW berkata lagi : "Mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah dajjal." Para sahabat berkata : "Kami mohon perlindungan kepada Allah dari fitnah dajjal." (HR. Muslim).

Adapun ni'mat kubur diperuntukkan bagi orang-orang mukmin yang jujur. Hal ini telah dijelaskan Allah dalam firman-Nya, yang artinya :

"sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : "Robb Kami ialah Allah", kemudian mereka konsistent, para malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) : "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushshilat : 30).

"Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?. Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketentraman dan rezeki serta surga keni'matan." (QS. Al Waqi'ah : 83-89).

Dari Al Bara' bi Azib t dikatakan bahwa Nabi SAW bersabda tentang orang mukmin jika menjawab pertanyaan Malaikat di dalam kuburnya. Sabdanya : "ada suara dari langit : "hamba-Ku memang benar. Oleh karenanya berilah dia alas dari surga, berilah pakaian dari surga, dan bukakanlah baginya pintu surga." Lalu datanglah keni'matan dan keharuman dari surga, dan kuburnya dilapangkan sejauh pandangan mata…" (HR. Ahmad, Abu Daud, dalam hadits yang panjang).

Buah iman kepada hari akhir :

1. Mencintai ketaatan dengan mengharap pahala hari itu.

2. Membenci perbuatan maksiat dengan rasa takut akan siksa pada hari itu.
3. Menghibur orang mukmin tentang apa yang tidak didapatkan di dunia dengan mengharap keni'matan serta pahala di akhirat.

Orang-orang kafir mengingkari adanya kebangkitan setelah mati dengan menyangka bahwa hari akhir dengan segala peristiwa-peristiwanya adalah suatu hal yang mustahil. Persangkaan mereka jelas sangat keliru dan kesalahannya itu dapat dibuktikan dengan syara', indera, dan akal.

1. Bukti syara'

Allah SWT berfirman, yang artinya :

"Orang-orang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah : "Tidak demikian, demi Robbku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. At Taghabun : 7).

2. Bukti inderawi

Allah SWT telah memperlihatkan bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang sudah mati di dunia ini.

Dalam surat Al Baqarah terdapat lima contoh mengenai hal ini :

a. Ketika kaum Musa berkata kepada Nabi Musa u bahwa mereka tidak akan percaya dengan risalah yang dibawa Musa u, sampai mereka melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri. Oleh karena itulah Allah berfirman (yang ditujukan kepada Bani Israil), yang artinya :

"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata : "Hai Musa, Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum Kami melihat Allah dengan terang." Karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur." (QS. Al Baqarah : 55-56).

b. Cerita orang yang terbunuh yang pembunuhnya dipersengketakan bani Israil. Allah SWT lalu memerintahkan mereka untuk menyembelih sapi, kemudian sapi itu dipukulkan ke tubuh orang yang terbunuh itu agar dapat menceritakan siapa sebenarnya yang telah membunuhnya. Hal ini diungkapkan dalam firman-Nya, yang artinya :

"Dan (ingatlah ), ketika kamu membunuh seorang manusia, lalu kamu saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman : "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaannya agar kamu mengerti." (QS. Al-Baqarah : 72-73).

c. Kisah kaum yang keluar dari negerinya karena menghindari kematian. Mereka berjumlah ribuan orang. Allah mematikan mereka, lalu menghidupkan kembali. Ini digambarkan dalam firman-Nya, yang artinya :

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena tekut mati, maka Allah berfirman kepada mereka : "Matilah kamu, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur." (QS. Al Baqarah : 234).

d. Kisah orang yang melewati sebuah desa yang hancur. Dia sangsi, bagaimana Allah mematikannya selama seratus tahun, kemudian Allah menghidupkan kembali. Ini dikisahkan dalam firman-Nya, yang artinya :

"Atau apakah (kamu memperhatikan) orang yang melewati suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negri ini setelah hancur?" maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkan kembali. Allah bertanya : "Berapa lama kamu tinggal di sini? Ia menjawab : "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman : "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum lagi berobah, dan lihatlah keledaimu (yang telah mejadi tulang-belulang). Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia. lihatlah tulang-belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata ; "Saya yakin Allah maha Kuasa atas segala sesuatu." (Al Baqarah : 259).

e. Kisah Nabiyullah Ibarahim ketika bertanya kepada Allah bagimana Dia menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. Allah memerintahkannya untuk menyembelih empat ekor burung dan memisah-misahkan bagian-bagian tubuh burung itu di atas gunung-gunung yang ada di sekelilingnya. Ibrahim memanggil burung itu, lalu tak lama tampaklah olehnya bagian-bagian tubuh burung-burung itu menyatu dan segera mendatangi Nabi Ibrahim kembali. Ini dikisahkan Allah dalam Al-Qur'anul Karim, yang artinya :

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata : "ya Robbku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman : "Apakah kamu belum percaya?" Ibrahim menjawab : "Saya telah percaya, akan tetapi agar hatiku bertambah tenang." Allah berfirman (kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu, lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, sesudah itu panggillah mereka, niscaya mereka datang kepada kamu dengan segera." Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al Baqarah : 260).

Inilah beberapa bukti inderawi yang menunjukkan mungkinnya Allah menghidupkan orang-orang yang sudah mati. Telah diisyaratkan di atas, Allah memberikan kemukjizatan kepada Isa bin Maryam dengan menghidupkan orang-orang yang sudah mati serta mengeluarkannya dari kubur dengan izin Allah SWT.

3. Bukti akal (logika)

Bukti akal dapat dibagi menjadi dua bagian :

a. Allah SWT sebagai pencipta langit dan bumi seisinya telah menciptakannya pertama kali. Allah mampu menciptakan pertama kali, tentu pasti mampu pula untuk mengembalikannya.

Firman-Nya :

"Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagiNya…" (QS. Ar rum : 27).

"sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya." (QS. Al Anbiya' : 104).

"Katakanlah : "ia akan dihidupkan oleh Robb yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk." (QS. Yasin : 79).

b. Bumi yang mati dan tandus akan hidup kembali dan tumbuhan yang mati akan bergerak subur setelah turun hujan. Yang mampu untuk menghidupkannya setelah mati, dan yang mampu menghidupkan orang-orang yang sudah mati itu sudah pasti Allah SWT Maha perkasa lagi Maha berkehendak.

Allah SWT berfirman yang artinya :

"Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Fushshilat : 39).

"Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-bijian tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan." (QS. Qaaf : 9-11).

Orang-orang yang ingkar kepada siksa kubur dan keni'matannya mengira hal itu suatu perkara yang mustahil serta bertolak belakang dengan kenyataan karena apabila kubur itu dibongkar, tidak akan didapati seperti semula, tidak bertambah luas dan tidak pula bertambah sempit. Persangkaan mereka ini jelas tidak benar menurut syara', indera, dan akal.

1- Dalil syara'

Ibnu Abbas t berkata, "Rasululah SAW pernah keluar dari salah satu kebun kota madinah lalu beliau mendengar ada dua orang yang disiksa di dalam kuburnya." Dalam hadits itu disebutkan bahwa yang satu disiksa karena tidak memelihara buang air kecil (kencing sembarangan), dan yang satunya lagi karena mengadu domba." (HR. Bukhari).

2- Dalil inderawi

Orang yang tidur terkadang mimpi bahwa dia berada di tempat yang luas, menggembirakan, dan dia bersenang-senang di situ. Atau terkadang dia juga bermimpi berada di tempat yang sempit, menyedihkan, dan menyakitkan. Terkadang seseorang bisa terbangun karena mimpinya itu, padahal ia berada di atas tempat tidurnya. Ya, tidur adalah rekan mati.

Oleh karena itu Allah menyebut tidur dengan "wafat", seperti dalam firman-Nya, yang artinya :

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan…" (QS. Az zumar : 42).

3- Dalil akal

Orang yang tidur terkadang bermimpi yang benar sesuai dengan kenyataan. Bisa jadi mimpi melihat Nabi SAW sesuai dengan sifat beliau. Barangsiapa pernah bermimpi melihat beliau sesuai dengan sifatnya, maka dia bagaikan melihatnya benar-benar. Padahal waktu itu dia berada di dalam kamarnya, di atas tempat tidurnya, jauh dari yang di mimpikan. Apabila keadaan tersebut suatu hal yang mungkin dijumpai di dunia, maka bagaimana tidak mungkin dijumpai di akhirat?

Adapun dalih mereka bahwa apabila kubur itu digali, akan didapati seperti semula, tidak bertambah luas dan tidak pula bertambah sempit maka jawabannya :

1. apa yang dibawa syara' tidak boleh dipertentangkan dengan hal-hal yang bathil. Kalau orang yang mempertentangkan itu mau berpikir tentang apa yang dibawa oleh syara' ia pasti mengetahui kebathilan kesalah pahamannya itu.

Seorang penyair bertutur :

Berapa banyak orang yang mencela pendapat yang benar

Padahal bencana itu dari pemahaman yang salah.

2. keadaan dalam barzakh (alam kubur) termasuk hal-hal ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh indera, kerena jika hal itu dapat diindera, maka tidak ada artinya iman kepada yang ghaib, dan sama antara orang yang beriman kepada yang ghaib dan orang yang mengingkari, dalam mempercayainya.



3. Siksa kubur, ni'mat kubur, luas dan sempitnya kubur hanya dapat dijumpai oleh mayat itu sendiri, bukan yang lain. Ini seperti apa yang dilihat orang tidur dalam mimpinya, dia bisa berada di tempat yang sempit yang menakutkan, atau di tempat yang luas dan menyenangkan, padahal menurut orang lain yang melihatnya tidur, tidurnya tidak berobah, masih di dalam kamar dan di atas tempat tidurnya.

Ketika menerima wahyu, Nabi Muhammad SAW berada di tengah-tengah para sahabatnya. Beliau mendengar wahyu, tetapi para sahabatnya tidak mendengarnya. Bisa jadi wahyu itu diturunkan dengan cara Malaikat menjelma menjadi seorang lelaki, lalu berbicara dengan beliau, dan para sahabat tidak melihatnya serta mendengarnya.

4. Pengetahuan manusia terbatas pada sesuatu yang hanya diizinkan Allah untuk diketahuinya. Tidak mungkin manusia dapat mengetahui apa saja yang ada. Langit yang tujuh serta bumi seisinya semua bertasbih dengan memuji Allah memperdengarkan kepada orang yang dikehendakinya, meskipun demikian hal itu terhalang dari kita.

"Dalam masalah ini Allah berfirman, yang artinya :

"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada satupun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Panyantun lagi Maha Pengampun." (QS. Al Isra' : 44).

Demikian halnya dengan setan dan jin yang mondar-mandir pulang-pergi di atas bumi. Pernah ada jin datang kepada Nabi SAW dan mendengarkan bacaan beliau, kemudian dia kembali ke kaumnya sebagai juru da'wah. Hal itu terhalang bagi kita.

Dalam masalah ini Allah SWT berfirman, yang artinya :

"Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapakmu dari surga. Ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya aurat keduanya. Sungguh, ia dan pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka . sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al A'raf : 27).

Apabila manusia tidak dapat mengetahui segala yang ada, maka mereka tidak boleh mengingkari perkara-perkara ghaib yang ditetapkan oleh syara' sekalipun mereka tidak dapat mengetahuinya dengan indera mereka.
IMAN KEPADA PARA MALAIKAT


Malaikat adalah alam ghaib, makhluk, dan hamba Allah SWT. Malaikat sama sekali tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan uluhiyah. Allah menciptakannya dari cahaya serta memberikan kekuatan yang sempurna serta kekuatan untuk melaksanakan ketaatan itu.


Allah SWT berfirman, yang artinya :


"… dan Malaikat yang ada di sisi-Nya, mereka tidak angkuh untuk menyembahnya dan tidak (pula) merasa letih, mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya." ( QS. Al Anbiya' : 19-20).

Malaikat berjumlah banyak, dan tidak ada yang dapat menghitungnya, kecuali Allah. Dalam hadits Bukhari dan Muslim terdapat hadits dari Anas t tentang kisah mi'raj bahwa Allah telah memperlihatkan Al-Baitul Ma'mur yang ada di langit kepada Nabi SAW. Di dalamnya terdapat 70.000 Malaikat yang setiap hari melakukan shalat. Siapapun yang keluar dari tempat itu, tidak kembali lagi.

Iman kepada Malaikat mengandung empat unsur :

1. Mengimani wujud mereka.

2. Mengimani mereka yang kita kenali nama-namanya, seperti jibril, dan juga terhadap nama-nama Malaikat yang tidak kita kenal.

3. Mengimani sifat-sifat mereka yang kita kenali, seperti sifat bentuk Jibril, sebagaimana yang pernah dilihat Nabi SAW yang mempuyai 600 sayap yang menutup ufuk.

Malaikat bisa saja menjelma berwujud seorang lelaki, seperti yang pernah terjadi pada Malaikat jibril tatkala Allah SWT mengutusnya kepada Maryam. Jibril menjelma jadi seorang yang sempurna. Demikian pula ketika jibril datang kepada Nabi SAW, sewaktu beliau sedang duduk di tengah-tengah para sahabatnya. Jibril datang dengan bentuk seorang lelaki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat tanda-tanda perjalanannya, dan tidak seorangpun yang mengenalinya. Jibril duduk dekat Nabi SAW, menyandarkan kedua lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahaya. Ia bertanya kepada Nabi SAW tentang Islam, iman, ihsan, hari kiamat, dan tanda-tandanya, setelah tidak di situ lagi, barulah Nabi SAW menjelaskan kepada para sahabatnya, "itu adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kalian."

Demikian halnya dengan para Malaikat yang diutus kepada Nabi Ibrahim dan Luth. Mereka mejelma bentuk mejadi lelaki.

4. Mengimani tugas-tugas yang diperintahkan Allah kepada mereka yang sudah kita ketahui, seperti bacaan tasbih, dan menyembah Allah SWT siang dan malam tanpa merasa lelah.

Diantara mereka ada yang mempunyai tugas-tugas tertentu, misalnya :

1. Malaikat Jibril yang dipercayakan menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul.

2. Malaikat Mikail yang diserahi tugas menurunkan hujan dan tumbuh-tumbhan.

3. Malaikat Israfil yang diserahi tugas meniup sangkakala di hari kiamat dan kebangkitan makhluk.

4. Malaikat maut yang diserahi tugas mencabut nyawa orang.
5. Malaikat yang diserahi tugas menjaga neraka.

6. Para Malaikat yang diserahi tugas yang berkaitan dengan janin dalam rahim, ketika sudah mencapai empat bulan di dalam kandungan, Allah SWT mengutus Malaikat untuk meniupkan ruh dan menyuruh untuk menulis rezkinya, ajal, amal, derita dan bahagianya.
7. Para Malaikat yang diserahi tugas menjaga dan menulis semua perbuatan manusia. Setiap orang dijaga oleh dua Malaikat, yang satu pada sisi dari kanan dan yang satunya lagi pada sisi dari kiri.

8. Para Malaikat yang diserahi tugas menanyai mayit. Bila mayit sudah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka akan datanglah dua makaikat yang bertanya kepadanya tentang Robbnya, agama dan Nabinya.

Buah iman kepada Malaikat.

1. Mengetahui keagungan Allah, kekuatan dan kekuasanNya. Kebesaran makhluk pada hakikatnya adalah dari keagungan sang pencipta.

2. Syukur kepada Allah SWT atas perhatianNya terhadap manusia sehingga menugasi Malaikat untuk memelihara, mencatat amal-amal dan berbagai kemaslahatannya yang lain.

3. Cinta kepada para Malaikat karena ibadah yang mereka lakukan kepada Allah SWT..

Ada orang sesat yang mengingkari keberadaan Malaikat, mereka mengatakan bahwa Malaikat ibarat "kekuatan kebaikan" yang tersimpan pada makhluk-makhluk, ini berarti tidak mempercayai kitabullah, sunnah RasulNya, da ijma' (konsensus) umat Islam.

Allah berfirman, yang artinya :

"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaanNya apa yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu." (QS. Fathir : 1).

"Kalau kamu melihat ketika para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata) : "Rasakan olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri)." (QS. Al-Anfal : 50)

"…alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata) : "Keluarlah nyawamu…" (QS. Al-An'am : 93).

"…sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata : "apakah telah difirmankan oleh Robbmu?" mereke menjawab : "(perkataan) yang benar", dan Dialah yang Maha tinggi lagi Maha besar." (QS. Saba' : 23).

"…Malaikat-Malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan) : "salamun alikum bima shabartum (salam sejahtera kepadamu dengan kesabaranmu). "Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." (QS. Ar-Ra'd : 22-23).

Dari Abu Hurairah t, Nabi Muhammad SAW bersabda :

"Apabila Allah mencintai seorang hambaNya, ia memberitahu Jibril bahwa Allah SWT mencintai fulan, dan menyuruh Jibril untuk mencintainya, maka Jibrilpun mencintainya. Jibril lalu memberitahu para penghuni langit bahwa Allah SWT mencintai fulan dan menyuruh mereka untuk mencintainya maka penghuni langitpun mencintainya, kemudian ia diterima di atas bumi." (HR. Bukhari).

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah t Nabi SAW bersabda :

" Di setiap hari jum'at pada setiap pintu masjid para Malaikat mancatat satu demi satu orang yang datang. Bila imam sudah duduk (di atas mimbar) mereka menutup buku-bukunya dan datang untuk mendengarkan zdikir (khutbah)."

Dari nash-nash ini tampak jelas bahwa para Malaikat itu benar-banar ada, bukan kekuatan maknawi yang terdapat dalam diri manusia seperti yang disangka orang-orang sesat. Nash-nash tersebut telah disepakati umat Islam.
IMAN KEPADA TAKDIR


Al qadar adalah takdir Allah SWT untuk seluruh makhluk yang ada sesuai dengan ilmu dan hikmahNya.


Iman kepada takdir mangandung empat unsur :

1. Mengimani bahwa Allah mengetahui segala sesuatu secara global maupun terperinci, azali dan abadi, baik yang berkaitan dengan perbuatan-Nya maupun perbuatan para hamba-Nya.

2. Mengimani bahwa Allah telah menulis hal itu di "Lauh Mahfudz".

Tentang kedua hal tersebut Allah berfirman, yang artinya :

"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfudzh)? Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." (QS. Al Hajj : 70).


Abdullah bin Umar ra. Berkata : "Aku pernah mendengar Rasululah SAW bersabda :

"Allah telah menulis (menentukan) takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi lima puluh ribu tahun." (HR. Muslim).

3. Mengimani bahwa seluruh yang ada tidak akan ada, kecuali dengan kehendak Allah SWT. Baik yang berkaitan dengan perbuatan-Nya maupun yang berkaitan dengan perbuatan makhluk-makhlukNya.

Allah SWT berfirman, yang artinya :

"Dan Robbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan Dia pilih…" (QS. Al Qashash : 68).

"Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendakiNya. Tak ada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha perkasa lagi Mahabijaksana." (QS. Al Imran : 6).

Allah juga berfirman tentang sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan makhluk-makhluk-Nya, yang artinya :

"…Kalau Allah menghendaki, maka Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu…" (QS. An Nisa : 90).

"… Dan kalau Allah menghendaki, maka mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan." (QS. Al An'am : 137).

4. Mengimani bahwa seluruh yang ada, Dzatnya, sifat dan geraknya diciptakan oleh Allah SWT.

"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu." ( QS. Az Zumar : 62).

"… dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukuranNya dengan serapi-rapinya." (QS. Al Furqan :2 ).

Allah berfirman tentang Nabi Ibrahim yang berkata kepada kaumnya, yang artinya :

"Padahal Allah lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. As Shaffat : 96).

Iman kepada takdir sebagaimana telah Kami terangkan di atas tidak menafikan bahwa manusia mempunyai kehendak dan kemampuan dalam barbagai perbuatan yang sifatnya ikhtiari. Syara' dan kenyataan (realita) menunjukkan ketetapan itu.

a. Secara syara',

Allah berfirman tentang kehendak manusia, yang artinya :

"Maka berangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Robbnya." (QS. An Naba' : 39).

"…maka datangilah tempat kamu bercocok tanam (isterimu) itu bagaimana saja kamu kehendaki…" (QS. Al Baqarah : 223).

Allah juga berfirman tentang kemampuan manusia, yang artinya :

"maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah dan taatlah…" (QS. At Taghabun : 16).

"Allah tidak membebani seseorang malainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari (kebajikan) yang dikerjakannya serta mendapat siksa dari (kajahatan) yang dikerjakan…" (QS. Al Baqarah : 286).

b. Secara kenyataan,

manusia mengetahui bahwa dirinya mempunyai kehendak dan kemampuan yang menyebabkannyamengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Dia juga dapat membedakan antara kemauannya (seperti berjalan), dan yang bukan kehendaknya (seperti gemetar). Kehendak serta kemampuan seseorang itu akan terjadi dengan masyi'ah (kehendak) serta qudrah (kemampuan) Allah SWT, seperti dalam sebuah firman-Nya, yang artinya :

"(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Robb semesta alam." (QS. At Takwir : 28-29).

Karena alam semesta ini seluruhnya milik Allah, maka tidak ada pada miliknya barang sedikitpun yang tidak diketahui serta tidak dikehendakiNya.

Iman kepada takdir ini tidak berarti memberi alasan untuk meninggalkan kewajiban atau untuk mengerjakan maksiat. Kalau itu dibuat alasan, maka alasan itu jelas salah ditinjau dari beberapa segi :

1. Firman Allah, SWT:

"orang-orang yang menyekutukan Tuhan mengatakan : "Jika Allah menghendaki, niscaya Kami dan bapak-bapak Kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) Kami mengharamkan barang sesuatu apapun. Demikian juga orang-orang sebelum mereka yang telah mendustakan (para Rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah : "adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga kamu dapat mengemukakannya pada Kami? Kamu tidak mengetahui kecuali prasangka belaka dan kamu tidak lain hanya menyangka." (QS. Al An'am : 148)

kalau alasan mereka dengan takdir itu dibenarkan, Allah SWT tentu tidak akan menjatuhkan siksaNya.

2. Firman-Nya:

"(mereka Kami utus) sebagi Rasul-Rasul pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (QS. An Nisa" : 165).

Kalau takdir dapat dibuat alasan bagi orang-orang yang salah, Allah SWT tidak menafikanya dengan diutusnya para Rasul, karena menyalahi sesuatu setelah terutusnya para Rasul jatuh pada takdir Allah SWT juga.

3. Hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim, dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi SWT bersabda :

"Setiap diri kalian telah ditulis (ditetapkan) temmpatnya di sorga atau di neraka. Ada seorang sahabat bertanya : "Mengapa kita tidak tawaakal (pasrah) saja, wahai Rasulullah?" beliau mejawab : "tidak, berbuatlah karena masing-masing akan dimudahkan." Lalu beliau membaca surat Al lail ayat 4-7 :

"Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah." (QS. Al Lail 4-7)

jadi, Nabi SAW memerintahkan untuk berbuat serta melarang menyerah pada takdir.

4. Allah SWT memerintah serta melarang hamba-hambaNya, namun tidak menuntutnya kecuali yang mampu dikerjakan.Allah SWT berfirman:

"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…" (QS. At Taghabun : 16)

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…" (QS. AlBaqarah : 286).

Kalau manusia dipaksakan untuk berbuat sesuatu, artinya disuruh mengerjakan sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan, maka ini merupakan suatu kesalahan. Oleh karena itu, bila maksiat dilakukan karena kebodohan atau karena lupa, atau karena dipaksa, maka pelakunya tidak berdosa. Mereka dimaafkan Allah.

5. Takdir Allah adalah rahasia yang tersembunyi, tidak dapat diketahui sebelum terjadinya takdir serta kehendak seseorang untuk mengerjakannya terlebih dahulu daripada perbuatannya. Jadi, kehendak seseorang untuk mengerjakan sesuatu itu tidak berdasarkan pada pengetahuannya akan takdir Allah. Pada waktu itu habislah alasannya dengan takdir karena tidak ada alasan bagi seseorang terhadap apa yang tidak diketahuinya.

6. Kita melihat orang yang ingin mendapatkan urusan dunia secara layak, tidak ingin pindah kepada yang tidak layak. Apakah ia beralasan pindahnya dengan takdir? Mengapa ia berpindah dari yang kurang menguntungkan kepada yang menguntungkan dengan alasan takdir? Bukankah keadaan dua hal itu satu?

Cobalah perhatikan contoh dibawah ini :

Kalau di depan seseorang ada dua jalan. Pertama menuju ke sebuah negeri yang semuanya serba kacau, pembunuhan, perampokan, pembantaian kehormatan, ketakutan, dan kelaparan. Yang kedua menuju ke sebuah negeri yang semuanya serba teratur, keamanan yang terkendali, kesejahteraan yang melimpah ruah, jiwa, kehormatan, dan harta benda dihormati, jalan mana yang akan ia tempuh?

Ia pasti akan menempuh jalan yang kedua yang menuju ke sebuah negeri yang teratur serta aman. Tidak mungkin orang yang berakal menempuh jalan yang menuju ke sebuah negeri yang kacau serta menakutkan dengan alasan takdir. Mengapa dalam urusan akhirat ia menempuh jalan yang menuju ke neraka bukan jalan yang menuju surga dengan beralasan takdir?

Contoh lain adalah seorang yang sakit disuruh meminum obat lalu meminumnya sedangkan hatinya tidak menyukainya. Dan dilarang memakan makanan yang berbahaya lalu meninggalkannya sementar hatinya menyukainya. Semua itu dimaksudkan mencari pengobatan serta kesehatan. Orang yang sakit itu tidak mungkin enggan minum obat atau melanggar memakan makanan yang berbahaya dengan alasan menyerah pada takdir. Bagaimana seseorang meninggalkan perintah Allah SWT dan Rasulnya SAW, atau malakukan larangan Allah dan Rasulnya dengan beralasan pada takdir?

7. Orang yang meninggalkan kewajiban serta melanggar kemaksiatan dengan alasan takdir itu seandainya dianiaya oleh seseorang, dirampas hartanya dan dirusak kehormatannya dengan beralasan pada takdir dan mengatakan : Anda jangan menyalahkan saya, karena kelaliman saya ini adalah takdir Allah, alasannya itu tidak akan diterima. Bagaimana seseorang tidak mau menerima alasan orang lain dengan takdir dalam penganiayaannya terhadap orang lain, lalu ia sendiri beralasan dengan takdir terhadap kelalimannya pada hak Allah SWT?

Diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Umar bin khattab t menerima seorang pencuri yang berhak dipotong tangannya. Beliau memerintahkan agar dipotong tangannya. Pencuri berkata : tunggu dulu, Amirul Mukminin, aku mencuri ini hanya karena takdir Allah. Umar pun tidak kalah menjawab : demikian Kami potong tanganmu hanya karena takdir Allah SWT.

Buah iman kepada takdir:

1. Bersandar kepada Allah SWT ketika mengerjakan sebab, tidak bersandar kepada sebab itu sendiri, karena segala sesuatu ditentukan dengan takdir Allah SWT.

2. Agar seseorang tidak lagi mengagumi dirinya ketika tercapai apa yang dicita-citakan. Karena tercapainya cita-cita merupakan ni'mat dari Allah SWT yang dikarenakan takdirNya yaitu sebab-sebab keberhasilan. Dan mengagumi dirinya akan dapat melupakan syukur kepada ni'mat ini.

3. Menimbulkan ketenangan serta kepuasan jiwa terhadap seluruh takdir yang berlaku, tidak gelisah karena hilangnya sesuatu yang disukai atau datangnya sesuatu yang tidak disukai. Karena dia tahu bahwa hal itu ditentukan dengan takdir Allah yang memiliki langit dan bumi dan bahwa hal itu akan terjadi dengan pasti.

"Tidak suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah ditulis dalam kitab (lauh mahfudh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu tidak berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikan olehNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Al Hadid : 22-230).

Nabi Muhammad SAW bersabda :

"Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu. Perkaranya semua baik, dan itu tidak ada pada seorangpun selain orang mukmin. Jika mendapatkan kegembiraan, ia bersukur, itu baik baginya. Dan jika ditimpa kesusahan ia bersabar, itupun baik baginya." (HR. Muslim).

Dalam masalah takdir ini ada dua golongan yang tersesat :

Pertama : golongan Jabariyyah. Yaitu mereka yang mengatakan bahwa manusia itu terpaksa atas perbuatannya, tidak punya iradah (kemauan) dan qudrah (kemampuan).

Kedua : golongan Qadariyah. Yaitu mereka yang mengatakan bahwa manusia dalam perbuatannya ditentukan oleh kemauan serta kemampuannya sendiri, kehendak serta takdir Allah SWT tidak ada pengaruhnya sama sekali.

Untuk menjawab pendapat golongan pertama, (jabariyyah), dapat dengan mengunakan syara' dan kenyataan :

a. Adapun dalil syara' maka Allah SWT telah menetapkan kehendak kepada hambaNya serta menggantungkan perbuatan kepadanya juga.

"…Diantara kamu ada yang menghendaki dunia dan ada pula yang menghendaki akhirat…" (QS. Al Imran : 152).

"Dan katakanlah : kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka barangsiapa yang (ingin) beriman hendaklah beriman. Dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah kafir. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zdalim itu neraka yang mengepung mereka.." (QS. Al Kahfi : 29).

"Barangsiapa mengerjakan amal yang baik (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri (pula). Dan sekali-kali Tuhanmu tidak akan menganiaya hamba-hamba-Nya." (QS. Fushilat : 46).

b. Secara kenyataan bahwa manusia mengetahui perbedaan antara perbuatan-perbuatan yang ikhtiari (dapat diupayakan) yang dikerjakan dengan kehendaknya, seperti makan, minum, dan jual beli, dan yang di luar kehendaknya seperti gemetar karena demam, dan jatuh dari atas. Pada yang pertama ini ia dapat mengerjakan dan memilih dengan kemauannya tanpa ada paksaan. sedangkan yang kedua dia tidak dapat memilih juga tidak dikehendaki terjadinya.

Pendapat golongan kedua (Qadariyah) dapat dijawab pula dengan syara' dan kenyataan :

a. Adapun dalil syara' maka Allah SWT adalah Pencipta segala sesuatu, dan segala sesuatu terjadi dengan kehendakNya. Allah telah menjelaskan dalam Al Qur'an bahwa perbuatan makhlukNya terjadi dengan kehendak-Nya, sebagaimana firman-Nya:

"Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah Rasul-Rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendakiNya." (QS. Al Baqarah : 253).

"Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya, akan tetapi telah tetaplah perkataan (ketetapan) dariku; sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama." (QS. As Sajdah : 13).

b. Adapun menurut akal, bahwa alam semesta ini adalah milik dan berada dalam kekuasaan Allah. Dan manusia, sebagai bagian dari alam semesta tidak mungkin dapat berbuat dalam kekuasaan Si Penguasa kecuali dengan seizinNya dan kehendakNya.
RUKUN ISLAM



Islam didirikan atas lima dasar, sebagaimana yang tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar t, Rasulullah SAW bersabda :

"Islam didirikan atas lima dasar; yakni : (1) Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba Allah dan RasulNya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) puasa Ramadlan, dan (5) ibadah haji." (HR. Bukhari Muslim).

1. Kesaksian tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba serta Rasul-Nya merupakan keyakinan yang mantap, yang diekspresikan dengan lisan. Dengan kemantapannya itu, seakan-akan dapat menyaksikan-Nya.

Syahadah (kesaksian) merupakan satu rukun, padahal yang disaksikan itu ada dua hal, ini dikarenakan Rasul SAW adalah muballigh (penyampai) sesuatu dari Allah SWT. Jadi, kesaksian bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah merupakan kesempurnaan kesaksian : "Tiada tuhan selain Allah".

Atau, karena kesaksian (syahadah) itu merupakan dasar sah dan diterimanya semua amal. Amal tidak sah dan tidak akan diterima bila dilakukan tidak dengan keikhlasan terhadap Allah SWT dan dengan tidak mengikuti manhaj RasulNya SAW. Ikhlas kepada Allah terealisasi pada kesaksian "bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya."

Buah syahadah (kesaksian) yang terbesar ialah membebaskan hati dan jiwa dari penghambaan terhadap makhluk serta tidak mengikuti selain para Rasul-Nya.

2. Mendirikan shalat artinya menyembah Allah dengan mengerjakan shalat secara istiqamah serta sempurna, baik waktu maupun caranya.

Salah satu buah atau hikmah shalat adalah mendapat kelapangan dada, ketenangan hati, dan menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar.

3. Mengeluarkan zakat artinya, menyembah Allah SWT dengan menyerahkan kadar (ukuran) yang wajib dari harta-harta yang harus dikeluarkan zakatnya.

Salah satu hikmah mengeluarkan zakat adalah membersihkan jiwa dan moral yang buruk yaitu kekikiran, serta dapat menutupi kebutuhan Islam dan umat Islam.

4. Puasa Ramadlan artinya menyembah Allah SWT dengan cara meninggalkan hal-hal yang dapat membatalkannya di siang hari bulan Ramadhan. Salah satu hikmahnya adalah melatih jiwa untuk meninggalkan hal-hal yang disukai karena mencari ridla Allah Azza wa jalla.

5. Naik haji ke Baitullah ( rumah Allah), artinya menyembah Allah SWT dengan menuju ke Baitul al Haram (Rumah suci) untuk mengerjakan syiar atau manasik haji.

Salah satu hikmahnya adalah melatih jiwa untuk mengerahkan segala kemampuan harta dan jiwa agar tetap taat kepada Allah SWT. Oleh karena itu haji merupakan salah satu macam jihad fi sabilillah.

Hikmah rukun Islam, baik yang sudah Kami sebutkan maupun yang belum Kami sebutkan, akan dapat menjadikan umat sebagai umat yang suci, bersih, beragama yang benar, dan memperlakukan manusia dengan penuh keadilan serta kejujuran. Baiknya syariat-syariat Islam yang lain tergantung pada baiknya dasar-dasar ini. Baiknya umatpun tergantung pada baiknya agamanya, dan hilangnya kebaikan tingkah laku umatpun akan tergantung pada kadar hilangnya kebaikan agamanya.

Bagi yang ingin mengetahui penjelasan ini, silahkan menyimak firman Allah SWT yang artinya :

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari diwaktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Alah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah, kecuali orang-orang yang merugi." ( QS. Al-A'raf : 96-99).

Untuk lebih jelasnya hendaklah anda pelajari sejarah orang-orang terdahulu kita, karena dalam sejarah terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal dan bagi orang yang hatinya "bersih" (tidak ada hijab yang menutupi hatinya).