Rabu, 29 Desember 2010

ANAS (MANUSIA) URBAN (KOTA) NINGRUM

Anas berasal dari kata bahasa Arab, yang berarti manusia. Sedangkan manusia itu sendiri -yang juga bahasa Arab- barasal dari struktur kata man (barangsiapa) dan nusia (dilupakan) atau kata sifatnya adalah nisyan (lupa). Secara alamiah manusia memiliki sifat khilaf. Oleh sebab itu Anas –yang berarti manusia- merupakan eksistensi simbolik yang bersifat material, sekaligus perwujudan kualitas kemanusiaan yang bersifat immaterial. Konsep manusia dalam setiap kepercayaan publik, baik yang bersumber dari kerangka filosofis maupun agama, akan selalu mendialektikan maknanya dengan seluruh mahluq yang ada dimuka bumi. Manusia selalu egosentris dalam mendefinisikan eksistensi, fungsi dan peran dirinya, karena menganggap koeksistensinya merupakan par excellence dari sebuah siklus peradaban manusia. Jadi sudah merupakan keyakinan umum, bahwa manusia merupakan embrio dari budaya dan peradaban. Walaupun demikian manusia sering lupa diri atas keterbatasan dirinya. Tuhan telah meletakkan sifat lupa pada diri manusia. Dalam falsafah Jawa telah diajarkan oleh maha guru Ranggawarsito,eleng lan was podo tur ojo gegeden rumongso.Tapi bukan itu yang kami maksud dalam tulisan ini. Hal ini lebih bersifat apresiasi dari sosok Anas yang baru saja terpilih sebagai ketua umum partai demokrat.
Sedangkan urban berati kota. Konsep dan istilah kota sudah dikenal sejak zaman peradaban Athena, kl. 5000 SM. Istilah kota (city) pernah menjadi definisi simbolik sebagai pusat kebudayaan dan peradaban, yang sering diistilahkan diantaranya adalah city-state (negara-kota). Istilah ini sangat populer ketika digunakan Aristoteles dalam gagasan pemikiran La-Politica. Makna kota pada awalnya, bukanlah sekedar artikulasi teritorial, tapi merupakan koneksitas dari berbagai unsur pemikiran manusia yang menginspirasi adanya kesadaran kolektif unsur-unsur dasar yang melatarbelakangi adanya keunggulan sejarah hadirnya manusia. Maka muncullah kerangka Aristotalian yang cenderung mengutamakan rasionalitas, dan pendekatan metafisik dan spiritualis seperti dalam kerangka platonik.
Pengertian kota diatas juga simetris dengan istilah madinah dalam sejarah Islam. Kata Madinah (kota) memiliki ikatan satu akar kata dengan tamaddun yang berarti peradaban (civilyzation), berikutnya civil atau civic diartikan sebagai kewarganegaraan (nation). Maka berikutnya menjadi dasar konsep nation-state (negara-bangsa). Nama Madinah sebagai nama kota di Arab, juga memiliki relasi pengertian kosmologis tersebut. Madinah memiliki sejarah sebagai pusat peradaban masyarakat Arab. Dalam sejarah tersebut menggambarkan peran populis Nabi Muhammad meletakkan sendi-sendi pluralitas budaya, etnik dan agama menjadi pilar kebhinekaan dan kesatuan (unity and diversty) dalam konsensus piagam Madinah (Madinah Charter), yang sekaligus sebagai babak baru lahirnya sejarah civi-society. Oleh sebab itu kata urban, kota, city, maupun madinah, disamping memiliki makna simbolik, sekaligus merujuk pada kualitas kemanusiaan sosial yang bersunber pada etika, moral dan spiritual agama serta ilmu pengetahuan untuk merekonstruksi wujud kemanusiaanya. Karena dari sumber dasar tersebut manusia menemukan makna dan inspirasi kearifan dan pencerahan. Tapi tulisan ini bukan secara absolut melegitinmasi makna tersebut, melainkan mendedikasikan urban sebagai nama lanjutan dari Anas Urbaningrum.
Ditengah euphoria politik kemenangan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum partai Demokrat 2010-2015, menyisakan ekspektasi publik yang seakan kemenangan tersebut diartikulasikan sebagai kemenangan dan kebangkitan sebuah generasi baru dalam panggung politik nasional. Padahal semuanya masih membutuhkan proses panjang. Suka atau tidak suka bahwa yang dilalui Anas hanyalah entry point memasuki ujian kompetensi dan komitmen Anas sebagai figur tokoh politik nasional. Strategi politik gerilnya, yang diistilahkan Anas sebagai gerakan silent revolution memang berhasil meruntuhkan domain politik patronase yang bersifat elitis di internal Demokrat, tapi apakah Anas akan mampu memainkan jurus melawan dan mengalahkan praktek kartel dan oligarki politik yang selama ini mendominasi sistem politik nasional?. Kalau tidak mampu, Anas berarti akan menjatuhkan diri terjerumus dalam irama politik pragmatis-opportunis. Pada situasi tersebut Anas akan kehilangan eksistensinya, karena Anas hanya akan menjadi sub-sistem dan sub-struktur dari kecenderungan makro politik yang seolah terbebaskan dari tata nilai peradaban manusia dan mereduksi rasa nasionalisme ke-Indonesiaan. Seolah kecerdasan berpolitik adalah kemampuan melakukan kalkulasi untuk memperebutkan kekuasaan semata. Itu hanya instrumentatif. Pesan Ranggawarsita, eleng lan waspodo menjadi keteladanan yang signifikan. Karena pada hakekatnya, politik adalah upaya konstruktif dan sistematik dalam mengembangkan eksistensi nation-state yang lebih berkualitas dan beradab serta mempertegas makna universalitas kemanusiaan.dalam sebuah sistem negara yang lebih demokratis. Jadi politik itu hakekatnya juga mulia.
Mengembalikan citra kemuliaan politik dalam konteks ini adalah, meletakkan kembali eksistensi Anas Urbaningrum secara personal maupun institusional. Secara personal, Anas memiliki nama simbolik dengan atribut makna yang berkualitas. Kualitas sebuah tafsir yang memungkinkan memadai untuk inspirasi sebagai pemimpin. Bukan sinisme Shakespeare, wtat is a name?. Bagaimanapun Anas telah lama berkelana dalam perjalanan aventurisme organisasi dan politik yang radikal dan konstruktif. Itulah sebagai modal untuk menapaki perjalanan zig zag politik yang selangkah lagi akan mencapai kederajatan strutur kekuasaan yang paling tinggi, seorang presiden. Katanya sebagaian besar orang berharap momentum itu!. Sedangkan secara institusional, Anas telah menjadi masinis lokomotif dari gerbong partai yang penuh sesak dengan beragam corak manusia. Tapi kita tetap optimis, walaupun Anas itu orang urban –tapi bukan dalam katagori konotasi modern, atribut feodal, borjuis dan individualis- tetapi tetap ningrum.
Ningrum adalah sebuah konotasi bahasa Jawa yang bersifat feminim, tapi tentu diluar pengertian gender. Maksudnya konsisten bersifat rendah hati, santun dan ramah dalam melakukan komunikasi sosial maupun politik. Setidaknya demikian yang pernah digambarkan Ratna Megawangi dalam The Tao of Islam, yang menyangkut relasi tafsir sifat feminis. Kelembutan hati dan sensitifitas rasa kemanusiaan, itulah wujud ningrumnya Anas Urban. Dan sifat itu yang selama ini menjadi keunggulan Anas. Ada juga yang mengatakan Ningrum itu identik dengan ningrat, status kebangsawanan dalam sosio-kultur Jawa. Anas yang berasal dari Blitar yang kental dengan kultur Mataram –masuk wilayah Mataraman- tentu memiliki spirit dan moral Jawa, diantaranya yang sering ditampilkan dalam pola komunikasi politiknya. Kedewasaan berprilaku dan kesantunan dalam berbicara, merupakan penegasan kultur tersebut. Hal ini lebih menjustifikasi pola relasi kebudayaan dan adab tata krama ningrat dari seorang manusia yang berperadaban urban. Itulah Anas Urbaningrum!!!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar