Refleksi Kongres Partai Demokrat
Selamet Castur*
Anas setelah terpilih sebagai ketua umum partai Demokrat, seolah figur muda ini menjadi spektrum baru dalam perpolitikan Indonesia. Utamanya pasca reformasi politik nasional 1998. Ada tiga alasan yang menjadikan Anas sebagai daya tarik politik saat ini. Pertama, karena Anas hadir sebagai sosok muda yang muncul di tengah patronase politik kaum tua. Sehingga ekspektasi publik menghendaki terjadinya satu perubahan mendasar, dari pola budaya politik paernalistik menuju gagasan politik muda yang lebih independen dan progresif. Kedua, sosok Anas dijadikan ukuran kekuatan politik dalam perebutan kekuasaan nasional 2014 karena representasi dari partai Demokrat sebagai pemenang Pemilu 2009. Sebagian berpendapat, Anas merupakan sosok ideal yang mampu sebagai kekuatan alternatif diantara kontestan dalam melakukan perebutan kekuasaan presiden. Ketiga, secara politik dengan modal politik Partai Demokrat sebagai partai pemerintah Anas dimungkinkan memiliki kekuatan kalkulatif untuk memenangkan pilpres 2014. hal ini didasarkan pada modal politik partai Demokrat sebagai partai pemerintah, tentu memiliki jaringan kekuatan birokrasi pusat dan daerah. Disamping itu pilar kekuatan internal partai secara sistematik akan menopang kekuatan Anas dalam melakukan proses perebutan kekuasaan. Keempat, Anas memilki modal pengalaman personal dan sekaligus memiliki kemampuan moderatif dalam mengakomodasi setiap kepentingan politik, termasuk dalam membangun resolusi konflik. Kemampuan tersebut merupakan jembatan untuk menkoordinasikan dan menkonsolidasikan setiap faksi politik yang berbeda. Potensi dan kemampuan ini sekaligus menjadi modal sosial bagi Anas dalam membangun jaringan politik yang beragam.
Persoalannya apakah Anas akan mulus dalam melakukan proses politik nasional terutama yang menyangkut suksesi presiden 2014?. Pertama, Anas akan menghadapi persoalan internal partai Demokrat. Secara institutif, Partai Demokrat hasil kongres Bandung 2010 mengisyaratkan adanya kelembagaan baru yang memiliki hak veto atas kebijakan Ketua Umum Partai Demokrat. Lebih dari itu, lembaga yang bernama Majelis Tinggi di samping Dewan Pembina seakan merupakan force majeur atas seluruh kebijakan DPP Partai Demokrat. Pola yang diterapkan dalam struktur hasil kongres tersebut tentu akan membatasi ruang gerak kekuasan politik Ketua Umum, otomatis membatasi ruang gerak Anas secara institusional. Sinyalemen inipun dibaca oleh Boni Hargens (kompas, 29 mei 2010) sebagai bentuk penyanderaan politik Anas melalui restrukturisasi sistem kepartaian. Kedua, Anas juga menghadapi domain politik SBY sebagai kekuatan sistemik partai Demokrat. Hubungan SBY dengan partai Demokrat adalah hubungan kultural dan emosional. Sementara Anas merupakan figur muda yang secara konstantif berada dalam sublimasi kekuatan politik SBY. Sehingga Anas secara politis masih membutuhkan waktu untuk mereformulasi dan merasionalisasi pola hubungan SBY dan Demokrat dan eksistensi politik dirinya. Bukan cara yang tepat bagi Anas melakukan upaya delegitimasi politik terhadap SBY, tetapi Anas membutuhkan jalan untuk mensinergikan SBY secra proporsional. Karena bagaimanapun kehadiran SBY dengan partai Demokrat tidak bisa dipisahkan. Tapi pada kepentingan yang lebih dinamis dan progresif, siapapun yang ada di internal partai Demokarat tidak boleh terjebak pada romantisme sejarah semata. Karena momentum kehadiran SBY dan partai Demokrat adalah untuk kepentingan bangsa Indonesia kedepan. Ketiga, Anas akan menghadapi skenario politik kalangan status quo, yang menghendaki tampilnya SBY kembali sebagai kekuatan tunggal Presiden 2014. Hal ini lebih banyak diskenariokan oleh pelaku oligarki politik, karena faktor kepentingan dan keuntungan sesaat oleh sebagian kelompok kecil politisi dan pengusaha. Modus operandinya melalui amandemen V UUD 1945 dengan membatalkan diktum pasal pembatasan masa periodesasi jabatan presiden.
Untuk mempertimbangkan kemampuan politik Anas melalui karakter diplomatiknya, tentu Anas harus mampu menyelesaikan problem psikologis internal kepartaian melalui pola hubungan struktur yang ada. Persoalan domain kekuasaan SBY di partai Demokrat dan asumsi konstitutif yang berlaku merupakan plus minus ujian potensi politik Anas. Apapun bentuk penyanderaan maupun penbajakan atas kekuasaan Anas sebagai ketua umum oleh kekuatan politik internal Demokrat akan berhadapan (vis a vis) dengan opini dan ekspektasi publik. Anas memiliki modal sosial dan politik melalui jaringan yang kokoh para aktivis 1998. Disamping itu Anas memiliki kekuatan arus bawah yang ada di internal partai Demokrat, hal itu dibuktikan melalui kemenangan kongres partai Demokrat 2010. Kemampuan politik Anas telah terbukti melalui forum tersebut. Persoalan mendasar yang perlu dijadikan asumsi Anas adalah masalah regenerasi politik nasional serta pertimbangan kompetensi terhadap kekuatan personal yang akan tampil sebagai calon presiden 2014.
Memang Anas telah membuktikan kemampuan dan kompetensi politiknya, termasuk mendekonstruksi opini patronase SBY dilevel institusi Partai Demokrat. Tapi apakah dengan rentan waktu 2010 sampai 2014, Anas mampu menguji kemampuan politiknya dalam menyelesaikan persoalan relasi struktural internal Demokrat, dehegemoni kekuasaan politik SBY, berikutnya Anas mampu mentransformasikan kharisma poitiknya secara nasional. Semuanya akan tergantung pada Anas untuk merumuskan dan merefleksikan secara alamiah kemampuan politiknya ditengah-tengah ekspektasi publik, yang menghendaki adanya reformasi mendasar dan bangkitnya regenerasi politik nasional. Itulah jalan pertama yang harus dilalui Anas untuk menguji kemampuan diplomasi dengan mengukur secara kalkulatif kekuatan personal, elektabilitas partai Demokrat serta sosialisasi politik yang lebih kharismatik.
Karena bagaimanapun kemampuan dan prestasi politik yang telah dicapai Anas melalui partai Demokrat adalah ujian awal untuk mengukur kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi politik Anas dilevel nasional. Kalau berhasil, jalan lempang menuju presiden 2014 akan tercapai. Tapi jika Anas gagal, momentum yang dicapai saat ini sekaligus akan menyulitkan untuk merepresentasi politik Anas kedepan.
Selamet Castur
Director The Arus Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar